•  
  •  
 

Abstract

Prevention of corruption is one of legal reform agendas that has been implemented by the Indonesian government. However, there is a gap in the main objective of the prevention to restore the country’s financial losses. Returning state’s financial losses is not easy. There are needs of a new paradigm to maximize the return of state financial losses caused by corruption. In the United Kingdom, the Serious Fraud Office used the Deferred Prosecution Agreement to handle Rolls-Royce’s alleged corruption offenses. One of the requirements is a legal compliance program that the corporation must obey. This study conducted in a form of a descriptive study. It employed normative juridical research type with statute and conceptual approaches, as well as legal comparison. The data was collected through literature studies before subsequently analyzed qualitatively. The results show that the implementation of the concept of deferred prosecution on corruption crimes committed by corporations with anti-bribery management system (SNI ISO 37001: 2016) is stated in the legislation policy related to the prohibition of corruption crimes committed by corporation. Any corporations can be held criminally accountable. However, policies and regulations in Indonesia do not require corporations to follow the legal compliance program.

Penerapan Konsep Perjanjian Penundaan Penuntutan terhadap Tindak Pidana Korupsi yang Dilakukan Korporasi dengan Sistem Manajemen Anti Penyuapan (SNI ISO 37001: 2016)

Abstrak

Pencegahan tindak pidana korupsi merupakan salah satu program reformasi di bidang hukum yang telah dilaksanakan oleh pemerintah Indonesia. Namun, terdapat kesenjangan dalam tujuan utama penanggulangan tindak pidana korupsi yaitu mengembalikan kerugian keuangan negara. Dalam pengembalian kerugian keuangan negara tidak semudah yang dibayangkan, sehingga perlu adanya paradigma baru sebagai upaya untuk memaksimalkan pengembalian kerugian keuangan negara akibat tindak pidana korupsi. Penanganan tindak pidana korupsi yang dilakukan Serious Fraud Office di Inggris terhadap korporasi Rolls-Royce dengan menggunakan Deferred Prosecution Agreement, yang mana dalam salah satu klausul nya dikehendaki, adanya program kepatuhan hukum yang wajib diikuti oleh korporasi. Penelitian ini bersifat deskriptif dengan jenis penelitian yuridis normatif, menggunakan pendekatan perundang-undangan (statute approach) dan pendekatan konseptual (conceptual approach), dan pendekatan perbandingan hukum (legal comparison). Data dikumpulkan melalui studi kepustakaan, kemudian dianalisis secara kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Penerapan Konsep Perjanjian Penundaan Penuntutan terhadap tindak pidana korupsi yang dilakukan korporasi dengan Sistem Manajemen Anti Penyuapan (SNI ISO 37001: 2016) secara eksplisit telah ditetapkan dalam kebijakan legislasi terkait dengan larangan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh korporasi, dan korporasi yang melakukannya dapat dipertanggungjawabkan secara pidana. Namun kebijakan dan regulasi di Indonesia tidak mewajibkan korporasi untuk mengikuti program kepatuhan hukum, dalam hal ini Sistem Manajemen Anti Penyuapan SNI ISO 37001: 2016.

Kata Kunci: korupsi korporasi, ISO, perjanjian penundaan penuntutan.

DOI: https://doi.org/10.22304/pjih.v8n2.a4

References

Books

Alexander, Cindy R. Alexander dan and Mark A. Cohen, Trend in the Use of Non-Prosecution, DefferedDeferred Prosecution, and Plea Agreements in the Settlement of Alleged Corporate Criminal Wrongdoing, Law and Economic Center of George Mason University School of Law, Virginia, 2015.

Asep N. Mulyana, Perjanjian Penundaan Penuntutan Dalam Kejahatan Bisnis, Grasindo, Jakarta, 2019.

Febby Mutiara Nelson, Plea Bargaining dan Perjanjian Penundaan Penuntutan dalam Tindak Pidana Korupsi, Sinar Grafika, Jakarta, 2020.

I Dewa Made Suartha, Hukum Pidana Korporasi, Pertanggungjawaban Pidana dalam Kebijakan Hukum Pidana Indonesia, Setara Press Kelompok Intrans Publishing, Malang, 2015.

Public Consultation Paper, Improving Enforcement Options for Serious Corporate Crime: Consideration of a DefferedDeferred Prosecution Agreements Scheme in Australia, Australian Government/Attorney-General DepartementDepartment, Australian, 2016.

Sprenger, Polly, Deferred Prosecution Agreements: The Law and Practice of Negotiated Corporate Criminal Penalties, Sweet & Maxwell, United Kingdom, 2015.

World Bank, Fighting Corruption Through Collective Action: A Guide for Business, The World Bank, Washington, D.C, 2008.

Other Documents

Bisgrove, Michael and Mark Weekes, “Deferred Prosecution Agreement: A Practical Consideration”, Criminal Law Review, Issue 6, 2014.

CNN Indonesia, “Kerugian Negara Akibat Korupsi 39,2 T di 2020”, https://www.cnnindonesia.com/nasional/ 20200930124534-12-552660/icw-kerugian-negara-akibat-korupsi-rp392-t-di-2020.

Dwi Siska Susanti (et.al), “Korporasi Indonesia Melawan Korupsi: Strategi Pencegahan,” Jurnal Antikorupsi Integritas, Vol. 4, No. 2, 2018.

Ferdy Saputra, “Analisis Yuridis Penerbitan Surat Perintah Penghentian Penuntutan oleh Kejaksaan Dikaitkan dengan Asas Oportunitas dan Undang-Undang No. 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan RI,” USU Law Journal, Vol. 2, No. 1, 2014.

Manacorda, Stefano, Francesco Centonze, and Gabrio Forti, “Preventing Corporate Corruption. The Anti-Bribery Compliance Model,” IRIS PubliCatt, Vol. 5, No. 1, 2014.

Martin, Ellis W., “Deferred Prosecution Agreements: Too Big to Jail and The Potential of Judicial Oversight Combined with Congressional Legislation,” North Carolina Banking Institute, Vol. 18, No. 2, 2013.

Mas Putra Zenno Januarsyah, “Penerapan Prinsip Ultimum Remedium dalam Tindak Pidana Korupsi,” Jurnal Yudisial, Vol. 10, No. 3, 2017.

__________________________, “Penerapan Asas Ultimum Remedium terhadap Tindak Pidana Korupsi yang Terjadi di Lingkungan BUMN Persero,” Jurnal Wawasan Yuridika, Vol. 1, No. 1, 2017.

Mochamad Ramdhan Pratama and Mas Putra Zenno Januarsyah, “Upaya Non-Penal dalam Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi,” Jurnal Ius Constituendum, Vol. 5, No. 2, 2020.

Serious Fraud Office & Crown Presecution Service, “Deferred Prosecution Agreements Code of Practice”, https://www.cps.gov.uk/sites/default/ files/documents/publications/DPA-COP.pdf.

Sharon Oded, “Deferred Prosecution Agreements: Prosecutorial Balance in Times of Economic Meltdown,” The Journal for Social Justice, Vol. 2, 2011.

Wicipto Setiadi, “Korupsi di Indonesia (Penyebab, Bahaya, Hambatan dan Upaya Pemberantasan, serta Regulasi),” Jurnal Legislasi Indonesia, Vol. 15, No. 3, 2018.

Wray, Christopher A. and Robert K. Hur, “Corporate Criminal Prosecution in a Post-Enron World: the Thompson Memo in Theory and Practice,” American Criminal Law Review, Vol. 43, No. 3, 2006.

Legal Documents

United Nations Convention Against Corruption [Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Anti Korupsi].

The Law Number 31 of 1999 in Conjunction to the Law Number 20 of 2001 on the Corruption Eradication [Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi].

The Law Number 8 of 2010 on the Prevention and Eradication of Money Laundering Crimes [Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang].

The Law Number 11 of 2008 in conjunction with the Law Number 19 of 2016 on the Electronic Information and Transactions [Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 jo. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik].

The Emergency Law Number 7 of 1995 on the Economic Crimes [Undang-Undang Darurat Nomor 7 Tahun 1995 tentang Tindak Pidana Ekonomi].

The Law Number 8 of 1995 on the Capital Market [Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal].

The Law Number 32 of 2009 on the Protection and Management of the Environment [Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup]

The Law Number 8 of 1981 on the Criminal Procedure Code [Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana]

The Law Number 1 of 1946 on the Criminal Code [Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana].

The Law Number 16 of 2004 on the Prosecutors [Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan].

The Law Number 40 of 2007 on the Limited Liability Company [Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas].

Supreme Court Regulation Number 13 of 2016 on the Procedures for Handling Criminal Cases by Corporations [Peraturan Mahkamah Agung No. 13 Tahun 2016 tentang Tata Cara Penanganan Perkara Tindak Pidana oleh Korporasi].

DOI

https://doi.org/10.22304/pjih.v8n2.a4

Share

COinS