Abstract
The modern international law, not only imitates, but the substance is truly the European values and traditions. The European nations produce the norm of international law with a clear objective is to divide the world into "selves" (European nations) and "others" (non-European nations). This is exacerbated by European colonialism and imperialism, which allow their values and traditions to become hegemonic norms that ultimately produce the paradigm of "otherness" in international law. Non-European nations are "others", which are considered only as users of the European values. The “otherness” paradigm in international law is resulted from the universal claim of the European values. It is a hegemonic technique. The paper argues that International law should move from the “otherness” to the “togetherness” paradigm. This requires a new approach in the making of international norms, from claim to consent, and now it has led to the global values approach. The paradigm of togetherness requires an inter-civilizational approach, and universality is the keyword. Universal norms should not be put on an abstract level; they need transformation into the particular idioms. Universality is not a matter of claim; it is a respect and acceptance of cultures and values of other nations. International law requires a paradigm shift, from Western to Global Construct.
Wajah Baru Hukum Internasional Dari Konstruksi Barat ke Konstruksi Global
Abstrak
Hukum internasional modern, tidak hanya meniru, tetapi substansinya sepenuhnya adalah nilai-nilai dan tradisi Eropa. Negara-negara Eropa memproduksi norma hukum internasional dengan tujuan yang jelas, yakni untuk membagi dunia menjadi "selves" (bangsa Eropa) dan "others" (bangsa non-Eropa). Hal ini diperburuk oleh kolonialisme dan imperialisme Eropa, yang memungkinkan nilai-nilai dan tradisi mereka menjadi norma-norma hegemonik yang pada akhirnya menghasilkan paradigma "otherness" (keberlainan) dalam hukum internasional. Negara-negara non-Eropa adalah "others" (liyan) yang dianggap hanya sebagai pengguna nilai-nilai Eropa. Paradigma "otherness” dalam hukum internasional lahir dari klaim universal nilai-nilai bangsa Eropa. Ini adalah teknik hegemonik. Tulisan ini berpendapat bahwa hukum internasional harus berubah dari paradigma "otherness” (keberlainan) ke "togetherness” (kebersamaan). Paradigma ini mensyaratkan pendekatan baru dalam pembuatan norma-norma internasional, dari klaim ke persetujuan (negara), dan saat ini telah mengarah pada pendekatan nilai-nilai global. Paradigma kebersamaan membutuhkan pendekatan antar-peradaban, dan universalitas adalah kata kuncinya. Norma-norma universal tidak boleh diletakkan pada level abstrak; mereka membutuhkan transformasi kedalam idiom-idiom yang lebih detail dan spesifik. Universalitas bukanlah masalah klaim; tetapi merupakan penghormatan dan penerimaan budaya dan nilai-nilai negara lain. Hukum internasional membutuhkan perubahan paradigma, dari konstruksi Barat ke konstruksi global.
Kata kunci: hukum internasional, konstruksi barat, konstruksi global.
DOI: https://doi.org/10.22304/pjih.v7n1.a3
Recommended Citation
Latipulhayat, Atip
(2020)
"New Face of International Law From Western to Global Construct,"
Padjadjaran Jurnal Ilmu Hukum (Journal of Law): Vol. 7:
No.
1, Article 5.
Available at:
https://journal.unpad.ac.id/pjih/vol7/iss1/5